Kepresidenan Jimmy Carter ditandai dengan serangkaian kegagalan besar yang membayangi empat tahun masa jabatannya dan pada akhirnya mengakibatkan kekalahannya dalam pemilihan ulang. Namun sejarah mungkin melihat Presiden Carter dalam sudut pandang yang sangat berbeda ketika masyarakat mulai menghargai sosoknya, kualitas karakternya, dan standar perilaku yang ia bawa ke kantor kepresidenan.

Sebagai mantan presiden Habitat for Humanity, saya berkesempatan menghabiskan akhir pekan di Plains, Georgia, bersama Jimmy dan sekelompok pemimpin Habitat. Baik Presiden Carter maupun istrinya Rosalynn mengajak kelompok kecil kami berkeliling ke rumah masa kecil mereka dan toko kelontong yang dibangun ayah mereka. Rumah yang bersebelahan dengan perkebunan kacang tanah mereka sederhana saja, namun di Plains keluarga Carter dianggap sebagai pengusaha sukses dan pilar masyarakat. Carter menjelaskan bahwa fakta bahwa keluarga tersebut memiliki mobil membuat mereka unik di Plains. Dengan sangat bangga, Carter mengunjungi bersama kami Global Village yang ia bantu ciptakan di dekat Plains, yang menampilkan contoh-contoh perumahan dasar dari negara-negara kurang berkembang di seluruh dunia, termasuk banyak rumah yang menurut Carter biaya pembangunannya kurang dari $2.000.

Kami mempunyai kesempatan untuk menghadiri kebaktian Gereja Baptis di mana mantan presiden memberikan khotbah yang menawan, dan kami diundang untuk menghadiri pernikahan seorang remaja putri dari Plains. Ketika Carter mengetahui bahwa ayah wanita tersebut telah meninggal sebelum pernikahan, dia menawarkan diri untuk mengantarnya ke pelaminan dan menggantikan mendiang ayahnya. Selama akhir pekan kami di Plains, kami tidak pernah melihat liputan media mengenai tindakan kemurahan hatinya, tidak ada kamera televisi atau cerita yang mempromosikan tindakan kebaikannya. Faktanya, semua yang dia lakukan hanyalah improvisasi dan Carter sendiri tidak menunjukkan sikap mementingkan diri sendiri yang mungkin diasosiasikan dengan mantan presiden.

Meskipun Carter bukan pendiri Habitat for Humanity, ia menjadi wajah organisasi tersebut dan sering muncul di acara konstruksi dengan sabuk perkakas dan palu yang ia gunakan dengan terampil. Pengadopsian Habitat oleh Carter mewujudkan semua yang ia perjuangkan, termasuk pentingnya komunitas, nilai kesukarelaan, dan kebutuhan untuk membantu orang lain yang kurang beruntung. Dukungan publik Carter terhadap Habitat berdampak besar pada keberhasilannya, baik di dalam negeri maupun di seluruh dunia. Tanpa Carter, organisasi ini tidak akan berkembang menjadi produsen perumahan sukarelawan terbesar di dunia.

Setelah menjabat sebagai presiden, dia dan Rosalynn mempertahankan kehidupan sederhana yang sama seperti sebelum mereka menjabat di Gedung Putih, yang menurut standar saat ini merupakan sebuah anomali.

Carter bukanlah seorang politisi alami, yang terbukti menjadi kelemahannya saat menjabat, namun sebuah keuntungan setelah meninggalkan Gedung Putih. Di masa perpecahan politik dan perselisihan sipil di Amerika, Carter adalah contoh cemerlang bagi Partai Demokrat dan Republik tentang bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dengan memberi contoh. Kegagalannya sebagai presiden telah banyak didokumentasikan, namun keberhasilannya sebagai pribadi mungkin merupakan warisan terbesarnya dan inspirasi bagi para pemimpin masa depan.

Bruce A. Percelay adalah mantan presiden Habitat for Humanity of Greater Boston dan saat ini menjabat sebagai presiden Institut Edward M. Kennedy untuk Senat Amerika Serikat.

Source link